Menyembuhkan Luka Kudeta
ARTIKEL Apa yang bisa dilakukan ketika gereja telah atau sedang mengalami kudeta rohani?
Ada tiga jalan pemulihan:
1. Pertobatan dari dua sisi.
Yang menggulingkan perlu mengaku dosa kesombongan dan pemberontakan;
yang digulingkan perlu mengaku dosa kepahitan dan keengganan untuk diubah.
Kudeta hanya bisa berhenti bila kedua pihak kembali menunduk kepada Kristus.
2. Menghidupkan kembali komunikasi yang jujur.
Banyak kudeta lahir dari miskomunikasi yang dibiarkan berlarut.
Gereja perlu kembali pada prinsip Matius 18: berbicara langsung, bukan lewat pihak ketiga.
3. Membangun sistem akuntabilitas rohani.
Pemimpin tidak kebal kritik, tapi juga tidak boleh dihakimi tanpa kasih.
Gereja harus memiliki ruang aman untuk menegur dan didengar—tanpa rasa takut, tanpa agenda.
Kembali ke Pusat Segala Kuasa
Pada akhirnya, masalah kudeta dalam gereja bukan soal siapa yang berkuasa, tetapi siapa yang menjadi pusat.
Ketika Kristus tidak lagi menjadi Kepala, maka tubuh akan berebut arah.
Kudeta hanyalah gejala dari penyakit yang lebih dalam: kehilangan Kristus sebagai pusat kasih dan otoritas.
Gereja bukanlah milik pendeta, majelis, sinode, atau kelompok manapun. Gereja adalah milik Kristus.
Ia didirikan dengan darah, bukan dengan suara terbanyak.
Dan siapa pun yang berani merebut tahta itu—entah dengan niat baik sekalipun—sedang bermain dengan api yang suci.
Langkah-Langkah Praktis: Mencegah Kudeta Gerejawi
Agar gereja tetap sehat dan terhindar dari perebutan rohani, ada beberapa prinsip praktis yang perlu dihidupi:
1. Budayakan kerendahan hati dalam setiap level pelayanan.
Tidak ada pelayan yang terlalu besar untuk melayani, dan tidak ada pelayanan yang terlalu kecil untuk dihormati.
2. Perkuat akuntabilitas.
Pemimpin perlu punya sahabat rohani yang berani menegur; jemaat perlu belajar menegur dengan kasih, bukan kebencian.
3. Rawat visi bersama.
Ketika jemaat memahami arah pelayanan dengan jelas, ruang manipulasi semakin sempit. Kudeta tumbuh di tanah kebingungan.
4. Latih disiplin rohani, bukan sekadar struktur.
Rapat bisa banyak, tetapi tanpa doa, semuanya hanya politik. Gereja perlu kembali menundukkan setiap keputusan di hadapan Tuhan.
5. Ajarkan jemaat tentang kepemimpinan yang melayani.
Seorang pemimpin sejati bukan yang mempertahankan kursi, melainkan yang rela menurunkannya demi kebaikan umat.
Gereja yang Tidak Bisa Dikudeta
Kristus pernah berkata:
“Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” (Matius 16:18)
Itulah jaminan terbesar: gereja sejati tidak bisa dikudeta, karena pemimpinnya bukan manusia.
Ia bisa terguncang, terluka, bahkan terpecah—tapi tidak pernah mati, sebab Kepala-nya hidup.
Yang bisa kita lakukan hanyalah memastikan: kita tidak sedang menjadi Absalom kecil yang mengira sedang menegakkan keadilan, padahal sedang merebut tahta.
Atau Korah modern yang merasa membela kebenaran, padahal sedang menggulingkan kehendak Allah.
Biarlah setiap pelayan, majelis, dan jemaat mengingat:
Kita bukan pemilik gereja, kita hanya penjaga kebun anggur-Nya.
Dan tugas penjaga bukan merebut tahta, melainkan memastikan Sang Raja tetap berdaulat di atas segalanya.