News Breaking
Youtube
wb_sunny

Breaking News

Akar Dari Sebuah Kudeta

Akar Dari Sebuah Kudeta


     Foto ilustrasi 

Mengapa kudeta bisa terjadi dalam gereja? Bukan karena Alkitab salah. Bukan karena Kristus tidak lagi berkuasa.
Kudeta lahir dari hati manusia yang tidak selesai berdamai dengan ambisi.

ARTIKEL Absalom adalah contoh klasiknya. Ia tampan, karismatik, dan punya strategi. Ia tahu cara mengambil hati rakyat, bahkan lebih pandai “mendengar keluhan” daripada ayahnya sendiri, Raja Daud (2 Sam. 15). 
Tapi yang tidak disadarinya: ia sedang mempersiapkan kudeta yang akhirnya menghancurkan dirinya. Kudeta tidak pernah berhenti di kemenangan—ia selalu berakhir pada kehancuran, baik bagi yang menggulingkan maupun yang digulingkan.
Begitu pula Korah, Datan, dan Abiram (Bil. 16). 
Mereka bukan orang sembarangan: pemimpin umat, terhormat, bahkan diurapi. Tapi mereka lupa satu hal: Tuhanlah yang mengangkat dan menjatuhkan pemimpin rohani.
Ketika manusia mencoba mengambil kuasa yang bukan haknya, yang digulingkan bukan Musa, tetapi kehendak Allah sendiri.
Kudeta dalam gereja muncul ketika pelayanan bergeser dari panggilan menjadi posisi.
Dari pengabdian menjadi pengakuan.
Dari mengangkat nama Kristus menjadi menegakkan gengsi pribadi.

Tanda-Tanda Kudeta Rohani
Kudeta dalam gereja jarang diumumkan. Ia bertumbuh dalam suasana rohani yang kelihatannya sehat.
Berikut beberapa tanda yang patut diwaspadai:
1. Persekutuan berubah menjadi fraksi.
Orang mulai berbicara “kami” dan “mereka”, bukan lagi “kita.”
2. Pelayanan diwarnai gosip dan kecurigaan.
Motif pemimpin dipertanyakan, bukan lewat dialog, melainkan bisikan.
3. Suara rohani dijadikan alat legitimasi.
Firman digunakan bukan untuk membangun, tapi untuk membenarkan posisi.
4. Doa kehilangan ketulusan.
Banyak doa dinaikkan bukan untuk mencari kehendak Allah, melainkan dukungan bagi agenda tertentu.
5. Kepemimpinan kehilangan hormat.
Bukan karena pemimpin salah, tetapi karena sebagian orang sudah menutup hati untuk mendengar.
Jika tanda-tanda ini muncul, gereja sedang berada di ambang kudeta—bukan kudeta politik, tapi kudeta rohani: pergeseran takhta dari Kristus ke tangan manusia.

Gereja dan Godaan Kekuasaan
Gereja sering lupa bahwa ia bukan organisasi politik dengan sistem perebutan jabatan. Gereja adalah tubuh Kristus, di mana setiap anggota punya fungsi, bukan posisi.
Namun dosa manusia sama di mana pun: keinginan untuk menguasai.
Ketika pelayanan menjadi panggung, bukan altar, maka roh kudeta akan menemukan pintu.
Ketika pengurus lebih sibuk menghitung dukungan daripada mencari kehendak Allah, maka gereja berubah menjadi arena politik kecil dengan bahasa rohani.
Yesus sendiri menegur para murid yang berebut posisi kanan dan kiri:
“Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” (Markus 10:43)
Itu bukan sekadar ajaran etika, melainkan antidot terhadap virus kudeta dalam gereja.
Sebab kudeta tidak mungkin tumbuh di hati yang telah mati bagi ambisi pribadi.

Kudeta yang Halus: Mengganti Kristus dengan Sistem
Ada jenis kudeta lain yang lebih halus: ketika sistem gereja, tradisi, atau struktur organisasi perlahan-lahan mengambil alih posisi Kristus.
Segala sesuatu diatur dengan begitu rapi, tetapi Roh Allah tidak lagi diberi ruang.
Pemimpin diangkat bukan karena panggilan, tetapi karena kesetiaan pada kelompok tertentu.
Keputusan dibuat bukan dengan doa, melainkan dengan kalkulasi politik internal.
Inilah kudeta yang paling berbahaya—karena tampak tertib, padahal kosong dari hadirat.
Gereja yang dikuasai sistem tanpa Roh sama seperti tubuh tanpa napas: rapi di luar, tetapi mati di dalam. Net

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.