News Breaking
Youtube
wb_sunny

Breaking News

Pdt Dr Ir Henoch Wilianto: Valentine: Antara Budaya Dan Iman

Pdt Dr Ir Henoch Wilianto: Valentine: Antara Budaya Dan Iman


Perspektif Iman Kristen terhadap Valentine: Cinta yang Lebih dari Sekadar Romansa
     
REFLEKSI Setiap tanggal 14 Februari, dunia merayakan Valentine dengan berbagai cara—dari cokelat, bunga, dinner romantis, hingga kata-kata manis yang bikin hati berbunga-bunga. Tapi, gimana sih sebenarnya perspektif iman Kristen terhadap Valentine? Apakah ini hanya tradisi duniawi, atau ada nilai rohani yang bisa kita ambil? Sebagai orang percaya, kita perlu melihat segala sesuatu dari kacamata firman Tuhan agar tidak sekadar ikut-ikutan budaya tanpa memahami maknanya.

Banyak yang nggak tahu kalau asal-usul Valentine sebenarnya berkaitan dengan seorang martir Kristen bernama Santo Valentinus. Menurut beberapa sumber sejarah, dia adalah seorang imam yang tetap menikahkan pasangan muda secara Kristen meskipun dilarang oleh Kaisar Romawi. 

Dia akhirnya dihukum mati karena tetap mempertahankan iman dan kasihnya kepada Tuhan serta sesama. Jadi, kalau dipikir-pikir, Valentine sebenarnya bisa punya makna yang dalam: kasih yang berani berkorban dan tidak takut mempertahankan kebenaran.
Namun, di zaman modern, makna Valentine jadi bergeser. 

Banyak orang merayakannya hanya dengan fokus pada cinta romantis, bahkan kadang dengan cara yang nggak sesuai dengan prinsip kekudusan dalam kekristenan. Ini yang perlu kita waspadai—jangan sampai makna kasih yang Tuhan ajarkan justru tertutupi oleh tren dunia.

Cinta yang Sejati Menurut Alkitab

Dalam dunia yang penuh dengan standar cinta yang dangkal dan serba instan, Alkitab menawarkan perspektif yang berbeda. Yohanes 15:13 berkata, "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." Artinya, kasih sejati bukan cuma tentang perasaan berbunga-bunga, tapi soal pengorbanan dan kesetiaan. Cinta bukan hanya soal mencari kebahagiaan diri sendiri, tapi tentang memberi diri untuk orang lain dengan tulus.
Selain itu, Alkitab juga menekankan pentingnya kekudusan dalam kasih. 1 Tesalonika 4:3 mengatakan, "Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan." Sering kali, Valentine dijadikan alasan untuk melakukan hal-hal yang melanggar prinsip kekudusan. Padahal, kasih yang sejati itu menjaga, bukan menjerumuskan. Kasih yang benar nggak akan membawa kita jauh dari Tuhan, tapi justru makin mendekatkan kita kepada-Nya.

Valentine: Bukan Cuma untuk Pasangan, Tapi untuk Semua

Sering kali, Valentine hanya dipandang sebagai hari spesial buat pasangan. Kalau belum punya pacar atau pasangan hidup, sering kali orang merasa kesepian atau bahkan dianggap kurang beruntung. Padahal, kasih dalam kekristenan nggak terbatas hanya pada hubungan romantis. Yesus mengajarkan kita untuk mengasihi semua orang—keluarga, teman, bahkan musuh (Matius 5:44).
Jadi, daripada menjadikan Valentine sebagai hari eksklusif untuk pasangan, kenapa nggak menggunakannya untuk menunjukkan kasih kepada orang-orang di sekitar kita? Bisa dengan melayani orang tua, menguatkan teman yang sedang mengalami masa sulit, atau bahkan menunjukkan kebaikan kepada mereka yang jarang kita perhatikan.

Kesimpulan: Rayakan dengan Cara yang Memuliakan Tuhan

Valentine bukanlah hari yang harus dihindari, tapi juga bukan sekadar momen untuk ikut-ikutan tren dunia. Sebagai orang percaya, kita bisa memaknainya dengan cara yang benar: menjadikan hari ini sebagai pengingat bahwa kasih sejati berasal dari Tuhan, dan kita dipanggil untuk membagikannya dengan cara yang kudus dan bermakna. Jadi, kalau mau merayakan, pastikan kasih yang kita tunjukkan bukan hanya simbolis, tapi nyata, tulus, dan sesuai dengan kehendak Tuhan.  
Penulis Pdt. Henoch Wilianto

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.