Bisakah Keluarga Kristen Luput dari Pertengkaran?
Bisakah
Keluarga Kristen Luput dari Pertengkaran?
Menghadapi
pergumulan di dalam keluarga, memang di satu sisi disebut sebagai “bumbunya
kehidupan keluarga”, atau ada yang menyebutnya sebagai ujian bagi suami dan
istri, agar lebih saling mengenal dan kemudian mengasihi. Tetapi harus katakan,
bahwa pendapat-pendapat di atas hanyalah bersifat umum dan sekular.
Sebab firman Tuhan berkata bahwa “seperti arang untuk bara menyala dan kayu untuk api, demikianlah orang yang suka bertengkar untuk panasnya perbantahan” (Amsal 26:21); artinya “pertengkaran itu sendiri adalah “arang dan kayu” yang diperuntukkan untuk “api”.
Api itu lambang “terbakar dan panas”, sedang “arang dan kayu” adalah bahan yang mudah terbakar menggambarkan tentang “masalah yang dipertengkarkan”, yang akan kemudian membakar dua pribadi yang sedang bertengkar.
Pertengkaran itu sendiri adalah akibat dari adanya “dua perbedaan pendapat” yang tetap dipertahankan dan diselesaikan dengan jalan “bertengkar”, beradu mulut, beradu argumentasi.
Hal ini tidak
berguna sama sekali, sebab di dalam bertengkar akan terlihat keangkuhan
masing-masing yang bertengkar (Amsal 13:10), akan menimbulkan “kebencian” satu
dengan lainnya (Amsal 10:12); padahal Allah “membenci seorang pembenci” (I Yoh.
3:15).
Dan jika sudah saling “membenci”, dapat dipastikan bahwa akan saling menghancurkan satu terhadap yang lain, padahal berdua adalah suami istri. Dewasa yang dimaksudkan di sini, bukan dalam konteks usia, tetapi dalam area kerohanian (Band. I Kor. 3:1-3). Orang yang dewasa secara rohani, akan berbijaksana ketika menghadapi perbedaan pendapat, dan itu terlihat ketika ia bertindak.
Sebab di dalam
memutuskan satu hal secara bersama, kemungkinan untuk berbeda pendapat sangat
besar, oleh karena memang antara pribadi yang satu dengan lainnya pasti
berbeda.
Dan perbedaan ini berlatar belakang: tingkat pendidikan, latar belakang pembentukan keluarga, latar belakang masyarakat yang membentuknya, tingkat kedewasaan rohani, dll, sehingga sangatlah mungkin untuk “berbeda pendapat”. Belum juga karena sifat “egoisme” (mau menang sendiri) sudah terbentuk bertahun-tahun dan menjadi karakter dalam kehidupan.
Cara teknis untuk menghadapi pasangan “sering bertahan dalam kesalahan” adalah “sabar”, sebab inilah salah satu dari sifat Tuhan (Bil. 14:18). Dan orang yang sabar adalah pribadi yang “berpengertian” (Amsal 14:29), artinya “mengerti bahwa pendapat pasangan keliru dan mengerti sifat pasangan seperti itu dalam waktu tertentu, yakni waktu Tuhan mengubah pasangan”. Namun “pengertian” dalam konteks ini tidak ada hubungannya dengan “kesalahan” dari pasangan kita sendiri.
Sebab yang “salah harus ditegor”, namun tentunya dengan “bijaksana”, bukan dengan kompromi; artinya “berupaya untuk “memadamkan perbantahan” (Amsal 15:18). Konsep bijaksana di sini adalah bijaksananya Tuhan, yakni “ dengan penuh kasih dan hormat menasehati pasangan, dan jika pasangan masih bersikeras, maka langkah yang di ambil, yaitu “berdiam di dalam doa, artinya menyerahkan pasangan di dalam doa kepada Tuhan Yesus.
Bersabarpun dikategorikan dalam “penderitaan yang mulia” (II Kor. 6:4), sebab inilah salah satu rasa dari “buah Roh” (Gal. 5:22). Tuhan meneguhkan dan melatih anda menghadapi istri.
Beberapa Penyebab Pertengkaran Berujung Perceraian
- Ketidakharmonisan
dalam rumah tangga
Alasan
tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan
suami – istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh
berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang
ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga
memerlukan perincian yang lebih mendetail.
- Krisis moral dan
akhlak
Selain
ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh
landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung
jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan,
pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun
istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
- Perzinahan
Di
samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah
perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami
maupun istri.
- Pernikahan tanpa cinta
Alasan
lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah
perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi
adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta,
pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus
berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang
terbaik.
- Adanya masalah-masalah
dalam perkawinan
Dalam
sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah
dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang
berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul
dengan pisah ranjang seperti adanya perselingkuhan antara suami istri.
Langkah awal
dalam menanggulangi sebuah masalah perkawinan adalah :
- Adanya keterbukaan
antara suami – istri
- Berusaha untuk
menghargai pasangan
- Jika dalam keluarga
ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baik-baik
- Saling menyayangi
antara pasangan
red/bbs